TEORI STRUKTUR MODAL


INTRO
Struktur modal berkaitan dengan pembelanjaan jangka panjang suatu perusahaan yang diukur dengan perbandingan utang jangka panjang dengan modal sendiri. Teori struktur modal menjelaskan apakah kebijakan pembelanjaan jangka panjang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, biaya modal perusahaan dan harga pasar saham perusahaan. Jika kebijakan pembelanjaan perusahaan dapat mempengaruhi ketiga faktor tersebut, bagaimana kombinasi utang jangka panjang dan modal sendiri yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau meminimumkan biaya modal perusahaan atau memaksimumkan harga pasar saham perusahaan. Harga pasar saham mencerminkan nilai perusahaan, dengan demikian jika nilai suatu perusahaan meningkat , maka harga pasar saham perusahaan tersebut juga akan naik.
Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan, biaya modal perusahaan dan harga pasar saham, maka perlu didasarkan pada beberapa asumsi sebagai berikut :

  1. Tidak ada pajak dan biaya kebangkrutan.
  2. Rasio utang terhadap modal diubah dengan jalan, perusahaan mengeluarkan saham untuk melunasi utang atau perusahaan meminjam untuk membeli kembali saham yang beredar.
  3. Perusahaan mempunyai kebijakan untuk membayarkan seluruh pendapatan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.
  4. Nilai harapan distribusi probabilitas subyektif pendapatan operasi setiap perusahaan di masa yang akan datang sama bagi semua investor.
  5. Pendapatan operasi perusahaan diharapkan tidak mengalami pertumbuhan.

Sebagaimana telah dikemukakan, teori struktur modal menjelaskan tentang bagaimana pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan, biaya modal dan harga pasar saham. Untuk menjelaskan hal tersebut ada beberapa pendekatan yaitu:
  1. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)
  2. Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
  3. Teori MM Dengan Pajak

PENDEKATAN TRADISIONAL
Pendekatan tradisional mengemukakan ada struktur modal optimal dan perusahaan dapat meningkatkan nilai total perusahaan dengan mempergunakan jumlah utang (leverage keuangan) tertentu.
Dengan mempergunakan utang yang semakin besar, pada mulanya perusahaan dapat menurunkan biaya modalnya (ko) dan meningkatkan nilai perusahaan. Walaupun pemegang saham meningkatkan tingkat kapitalisasi saham (ke) karena meningkatnya risiko bagi pemegang saham, peningkatan tersebut tidak melebihi manfaat yang diperoleh dari penggunaan utang yang biayanya (ki) lebih murah.
Namun demikian penggunaan utang melampaui jumlah tertentu, mengakibatkan tingkat kapitalisasi saham meningkat melebihi manfaat yang diperoleh dari penggunaan utang, sehingga biaya modal perusahaan naik. Meningkatnya biaya modal perusahaan semakin tinggi juga dipicu oleh terjadinya peningkatan biaya utang, karena risiko yang dihadapi oleh kreditur semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah utang yang dipergunakan perusahaan.


TEORI PENDEKTAN MODIGLIANI DAN MILER
Modigliani dan Miller (MM), mendukung hubungan antara struktur modal dengan biaya modal sebagaimana yang dijelaskan berdasarkan pendekatan laba bersih operasi, yang menyatakan bahwa struktur modal tidak mempengaruhi biaya modal perusahaan dan juga tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Menurut MM, nilai total perusahaan tidak dipengaruhi struktur modal perusahaan, melainkan dipengaruhi oleh investasi yang dilakukan perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. 
Untuk mendukung pendapatnya tersebut, MM mengemukakan beberapa asumsi, sebagai berikut:
  1. Pasar modal sempurna.
  2. Expected value dari distribusi probabilitas bagi semua investor sama.
  3. Perusahaan dapat dikelompokkan dalam kelas risiko yang sama.
  4. Tidak ada pajak pendapatan perusahaan.
Nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan sama dengan nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang sebagai berikut ini.
VL  =  VU
dimana :
VL = Nilai untuk perusahaan yang menggunakan hutang (value for leveraged companies)
VU = Nilai untuk perusahaan yang tidak menggunakan hutang (100% saham, atau value for unlevered companies

Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa pajak, Modigliani dan Miller berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Tingkat keuntungan dan risiko usaha (keputusan investasi) yang akan mempengaruhi nilai perusahaan (bukannya keputusan pendanaan).

Proposisi 2 mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk perusahaan yang menggunakan hutang, naik proporsional terhadap peningkatan rasio hutang dengan saham.

            ks  =  ko  +  B / S (ko – kb)               ……… (2)
            dimana:          
            ks    = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
            ko    = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa hutang
            B/S  = rasio hutang dengan saham
            kb    = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk hutang (tingkat bunga)

Dengan menggunakan hutang yang semakin banyak, perusahaan bisa menggunakan sumber modal yang lebih murah yang semakin besar. Penggunaan sumber modal yang murah yang semakin banyak akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan (WACC) tersebut, jika tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks) konstan. Tetapi dengan semakin meningkatnya hutang, tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks) juga akan meningkat. Dua efek yang saling berlawan tersebut menghasilkan biaya modal rata-rata tertimbang yang konstan. Hasilnya, nilai perusahaan akan konstan.

TEORI MM DENGAN PAJAK
Pada tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM tahun 1958.Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap penghasilan perusahaan. Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak.
Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus persen hutang.


Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. Implikasi dari preposisi II ini adalah penggunaan hutang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat).
ks  =  ko  +  B / S (1 – Tc) (ko – kb)            
           
Formula tersebut mempunyai implikasi bahwa penggunaan hutang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Tetapi penggunaan hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan biaya modal saham), akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang (meskibiaya modal sahamnya meningkat).
Teori MM tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak ada perusahaan yang mempunyai hutang sebesar itu, karena semakin tinggi tingkat hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan kebangkrutannya. Inilah yang melatarbelakangi teori MM mengatakan agar perusahaan menggunakan hutang sebanyak-banyaknya, karena MM mengabaikan biaya kebangkrutan.
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak.


Teori Trade-Off dalam Struktur Modal
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan (probabilitas) kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Penelitian di luar negeri menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai sekitar 20% dari nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal :
  1. Biaya langsung: biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, biaya pengacara, biaya akuntan, dan biaya lainnya yang sejenis.
  2. Biaya tidak langsung: biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan  perusahaan secara normal. Misal, supplier barangkali tidak akan mau memasok barang karena mengkhawatirkan kemungkinan tidak terbayar.
Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan hutang (agency cost of debt). Jika hutang meningkat, maka konflik antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkat. Dalam situasi tersebut, pemegang hutang akan semakin meningkatkan pengawasan (monitoring) terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya-biaya monitoring (persyaratan yang lebih ketat, menambah jumlah akuntan, dsb) dan bisa juga dalam bentuk kenaikan tingkat bunga. Dengan memasukkan biaya keagenan, persamaan nilai perusahaan di atas bisa diperluas sebagai berikut ini.

VL  =  VU + PV Penghematan Pajak – [PV Biaya Kebangkrutan + PV Biaya Keagenan]

Dengan demikian gabungan antara teori struktur modal Modigiliani-Miller dengan memasukkan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan mengindikasikan adanya trade-off antara penghematan pajak dari hutang dengan biaya kebangkrutan. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori trade-off struktur modal, atau static trade-off capital structure theory. Tetapi teori tersebut tidak memberikan formula yang pasti yang bisa memberi petunjuk berapa tingkat hutang yang optimal.


Teori Pecking Order
Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
  1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
  2. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.
  3. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
  4. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil. Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.
Teori Asimetri Informasi dan Signaling
Teori ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih dari pihak lainnya.
Teori ini terdiri dari Teori :
  • Myers dan Majluf. Menurut Teori ini ada asimetri informasi antara manger dengan pihak luar. Manager mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.
  • Signaling. Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia ingin megkomunikasikan hal tersebut kepada investor. Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.
Teori Keagenan (Agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manager adalah konsep free-cash flow. Ada kecenderungan manager ingin menahan sumber daya sehingga mempunyai control atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik leagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manager akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan untuk membayar bunga.

Model Miller dengan Pajak Perusahaan dan Personal
Modigliani dan Miller mengembangkan model struktur modal tanpa pajak, dan dengan pajak. Nilai perusahaan dengan pajak lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan tanpa pajak. Selisih tersebut diperoleh melalui penghematan pajak karena bunga bisa dipakai untuk mengurangi pajak.


Pengaruh biaya kebangkrutan pada tingkat pengembalian modal sendiri
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan struktur modal
  1. Stabilitas penjualan. Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannnya tidak stabil.
  2. Struktur aktiva. Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan banyak utang. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya dapat digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan.
  3. Leverage operasi. Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena ia akan mempunyai risiko bisnis yang lebih kecil.
  4. Tingkat pertumbuhan. Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak menggunakan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya pengambangan untuk penjualan saham biasa jauh lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat utang, yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan utang. Namun, pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang cenderung mengurangi keinginannya untuk menggunakan utang.
  5. Profitabilitas. Seringkali pengamatan menunjukan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil. Meskipun tidak ada pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun penjelasan pratis atas kenyataan ini adalah bahwa perusahaan yang sangat menguntungkan seperti Intel, Microsoft dan Coca-Cola memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan utang. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan mereka untu membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal.
  6. Pajak. Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaanyang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu makin tinggi tarif pajak perusahaan, makin besar manfaat penggunaan utang.
  7. Pengendalian. Pengaruh utang lawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal. Apabila manajemen saat ini mempunyai hak untuk mengendalikan perusaahaan tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka mungkin akan memilih utang untuk pembiayaan baru. Di lain pihak, manajemen memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa perusahaan pada risiko kebangkrutan, karena jika perusahaan jatuh bangkrut, para manajer tersebut akan kehilangan pekerjaan. Tetapi, jika utangnya terlalu kecil mereka akan menghadapi risiko pengambilalihan.


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer